Minggu, 31 Juli 2011



Dulu ketika balita segemuk ini, Abang (kanan) aja kalah berat badannya. Kapan ya bisa gemuk lagi seperti dulu.?! hahaha.....




Segelintir Masalah Hidup-ku
Tepat tanggal 14 mei 2011 aku kembali lagi telah malakukan kesalahan yang telah merugikan diriku secara pribadi. Awalnya aku tidak ingin melakukan sebuah kesalahan, namun karena hal yang mendesak yang menyangkut dengan tugas sekolahku, aku terpaksa keluar lingkungan seminari tanpa sepengetahuan pamong atau bisa dikatakan cabut. Aku melakukan hal ini karena tugas ini cukup penting dan tugas ini akan dijadikan nilai ulangan harian. Sejak awal memang berat utuk aku melakukannya, namun karena tugas yang belum selesai itu dan juga computer yang sudah tidak boleh dipakai lagi karena sudah waktunya dimatikan, maka aku dengan berat hati melakukan hal yang dianggap menyeleweng tersebut.
Dalam hati aku sadar penuh bahwa itu salah, namun karena keadaan yang memaksa maka akupun telah lalai melakukan kesalahan vatal tersebut. Dari hal ini aku merasa semakin disadarkan akan pentingnya sebuah kedisiplinan. Memang sebuah kedisiplinan itu penting untuk mencapai kesuksesan, namun bagiku, disiplin itu tidaklah harus patuh sepenuhnya terhadap sebuh peraturan. Bila disiplin ditegakan malalui segala aturan dan prosedur, maka itu merupakan suatu kesalahan yang besar. Jika itu yang terjadi, maka itu tidaklah melahirkan suatu kedisiplinan melainkan ketakutan atau kekuatiran dalam diri. Takut tidak berarti disiplin dan sebaliknya, disiplin pun tidak seharusnya menjadi takut.
Karena hal ini aku sempat merasa cemas dan juga takut akan sanksi yang akan diberikan padaku karena sebelumnya aku juga sudah pernah melakukan kesalahan yang mengakibatkan aku mendapatkan Surat Peringatan yang pertama. Dan ternyata rasa takut yang aku rasakan pun benar terjadi. Bebanku akan surat peringatan akirnya bertambah satu lagi dan aku harus bisa menerima semua ini karena keterpaksaanku untuk cabut mengerjakan tugas.
Aku berfikir bahwa disiplin itu seharusnya tidaklah memberikan hukuman atau ganjaran apapun, akan tetapi menegakan norma dan juga meneduhkan jiwa sebagai sinyal agar seseorang atau aku yang melakukan kesalahan dapat dapat menjalankan sesuatu yang lebih baik akan norma yang telah ditanamkan kepadaku. Aku sadar, dan inilah pahitnya segeluntir kehidupan yang terjadi pada diriku yang sekarang ini. Namun, meski demikian, inilah kenyataan yang harus aku hadapi sebagai seorang lelaki, yaitu mempertanggung jawabkan segala yang telah kuperbuat ini dan semoga dengan hal ini aku semakin jera dan tidak mengulanginya lagi.

Minggu, 27 Februari 2011

Panggilan yang dari Dia dan Melalui Dia

Aku ada, tercipta utuh baik adanya sebagaimana dengan apa yang telah dikehendakinya terhadap diriku. Itu semua terjadi karena Dia hadir dan menciptakan sebuah karya yang ajaib bagi hidupku.
Kegiatan rekoleksi sudah kerap kali aku ikuti. Namun, kali ini tepat pada hari sabtu tanggal 26 – hari minggu tanggal 27 februari, kami satu komunitas Seminari Wacana Bhakti mengikuti kegiatan rekoleksi yang dibawakan oleh para frater dan romo dari ordo Xaverian. Rekoleksi diawali dengan olah raga bersama dengan para frater. Setelah itu kami diperkenankan untuk potus serta mandi sore terlebih dahulu.
Ketika sesi dimulai, salah seorang frater mencoba untuk mensharingkan tentang bagaimana tentang panggilan hidupnya hingga kini ia mampu menjadi seorang frater Xaverian. Setelah mendengar segeluntir kata-kata darinya, ternyata memang benar bahwa sesuatu hal apapun itu tidak akan pernah untuk dapat dianggap selesai, seperti halnya seorang pendaki gunung yang pasti masih memiliki banyak rintangan dan masih banyak lagi pendakian diri yang harus dilakukan.
Rekoleksi yang bertujuan untuk menguatkan panggilan ini sungguh bermanfaat bagiku, karena dari sini aku dapat memetik buah-buah rohani yang nantinya dapat kukembangkan bagi kelangsungan kehidupanku dikemudian hari. Memang setiap manusia memiliki berbagai karakter yang tentunya berbeda-beda, namun dari berbagai karakter ini aku juga harus dapat berusaha mencari cara untuk dapat mengembangkan karater tersebut agar nanti dapat berguna juga bagi siapa saja.
Semua manusia merupakan potensi panggilan dalam kehidupannya masing-masing, begitu juga dengan aku. Hal tersebut dikatakan demikian karena aku dan kita semua dapat berkembang. Aku memang dapat berkembang sebagaimana mestinya aku harus mengembangkan pribadiku sematang mungkin. Perkembangan tentu butuh proses dan aku pun tentu juga harus membuat hatiku untuk tetap terbuka agar nantinya aku dapat mencapai serta menemukan sebuah kehendak, yaitu kehendak Allah yang menghidupkan.
Dalam mengembangan potensi pada diriku, aku juga sangat membutuhkan sebuah relasi yang yang kokoh agar dapat membimbing jalan panggilanku. Relasi dengan sesama manusia memang penting, namun relasi tersebut tidaklah cukup bila aku belum dapat memiliki sebuah relasi yang erat dengan Yang Maha Kuasa. Aku sadar, karena hanya dari Dia dan melalui Dialah aku dapat tumbuh serta berkembang dengan baik adanya. Namun, melalui potensi diriku ini aku sebisa mungkin tidak akan mengembangkan potensiku untuk menjadi batu sandungan bagi temanku, justru aku ingin menjadi berkat yang benar-benar berguna bagi sesamaku dalam menapaki sebuah panggilan dalam sebuah komunitasku ini.
Melalui tekat dan kenginanku dari awal yang telah aku tanam, aku mencoba untuk tetap teguh terhadap panggilanku sebagai seorang seminaris. Aku memang telah dicipta, di panggil, dan pada akhirnya aku pun akan berkarya untuk diriku sendiri serta sesama. Dalam berkarya aku memang memiliki kebebasan, namun jika aku menyalahgunakan kebebasan itu, nanti pada akhirnya akan menjadi cambuk pula bagi diriku. Rencanaku memang tidak sejalan dengan rencana-Nya, namun bagiku rencana-Nya jauh lebih baik dan mampu membuat diriku manjadi baik adanya pula.

Selasa, 22 Februari 2011

Reflrksi Kebebasan dalam Mencari Nafkah

Waktu berlalu sebagaimana seharusnya ia berlalu. Demikian juga halnya dengan kehidupan manusia. Bergulir lambat, tetapi pasti, penuh hasrat, serta penuh dengan pengalaman yang seolah-olah bersarat. Seperti yang telah kita ketahui bahwa kebebasan merupakan suatu keberadaan kita yang tidak dibatasi atau keadaan yang tanpa harus adanya penghalang serta penghambat apapun sehingga pada akhirnya kita sebagai manusia mampu melakukan apapun yang sekiranya kita mau lakukan, baik itu dalam kehidupan pribadi kita ataupun dalam hidup sosial dengan masyarakat lainnya.

Kita sebagai manusia pada dasarnya memilii sebuah hasrat untuk mencapai sebuah kesempurnaan pada diri kita. Dari hasrat kita yang kuat ini, maka akan mudah timbul juga rasa keinginan untuk dapat bebas akan suatu hal yang dapat menguntungkan dirinya secara pribadi. Banyak dari kita yang sudah mampu memikirkan untuk kehidupan di masa depannya memiliki keinginan untuk dapat bebas dalam menjalankan pekerjaannya atau dalam hal mencari nafkah. Banyak cara yang dapat kita lakukan agar kita dapat memperoleh hasil dari jerih payah yang telah kita lakukan. Namun, seringkali kini kita semakin dibatasi dalam mendapatkan pekerjaan yang kita mau. Seperti cotnoh, untuk dapat masuk kesebuah perusahaan minimal kita harus memegang ijasah S1, sementara masyarakat masih banyak yang belum dapat mangenyam pendidikan sampai satinggi itu.

Sebenarnya kalau kita benar-benar orang yang kreatif, banyak pekerjaan yang dapat kita lakukan untuk dapat meraup hasil atau mendapatkan nafkah untuk bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun, aku merasa dalam melakukan kegiatan tersebut faktor lingkungannya juga dapat mempengaruhi mereka sehingga mereka tidak mampu mendapatkan pekerjaan yang lebih layak atau mendapatkan pekerjaan yang mampu meraih upah yang lebih banyak lagi dari apa yang sebelumnya ia telah dapatkan.

Dari hal ini aku dapat memetik makna yang terpandam bahwa kehidupan ini memang hanyalah satu kali dan dari kehidupan ini kita harus dapat mengoptimalkan segala usaha yang ingin kita lakukan. Bagiku, cukuplah penderitaan yang mampu menjadikan seseorang semakin manusiawi dan cukup pengharapan untuk menjadikan orang tersebut bahagia. Masa depan yang gemilang akan mudah kita raih jika kita juga bertanggung jawab atas kebebasan yang telah kita terima.

Senin, 10 Januari 2011


Become a "Missionary"

At the opening of Gonzaga education fair 2010, apparently I am quite interested in this activity. Through this activity, I could dig up or find more information about the existing universities. From various universities, I prefer the booth CICM (Conggregatio Imaculati Cordis Mariae) because I feel drawn to become a priest.

I am interested in CICM community because if I had become a priest, I can serve the Christians in the church. I am very happy if someday I could become a missionary priest. Even being a missionary must have a mission and I also will be prepared to undergo the mission the mission.

Mission The most I like is to go through my pastoral ministry has received together with small rural communities. To be able to undergo all of these are not easy and requires a long time. If you become a missionary who worked at ground missions, I personally have to be ready and willing, if one day I was transferred from origin to other countries. If I was a priest CICM, I like to work in the interior because I want to introduce and develop the teaching of Christ to them, also not yet know Christ or who already know Christ. Working in the interior do not like hard work in the city, but surely there will be loads alias works of this proclamation. Running missions in the interior is very interesting, because I can get closer to the people whose lives are far more suffering than me.

CICM brother told me to not worry about going to the mission of a missionary. All we want to do definitely need to process and all the preparations will be trained by a priest for the future to become a missionary and to work properly. Hearing the brief explanation, I am more interested to join the CICM order to be able to live together with other seminarians CICM. Now I have formed myself into a good CICM missionaries.