Sabtu, 26 Juni 2010

" Separuh Hati "
Marsel Dimas S. A.

Sejenak aku mulai berpijak
menaruh kaki mulai menapak
tidak dapat lagi aku merangkak
mengikuti hari yang kian beranjak

Kesahku kini tiada terungkap
isak tangis semakin manggelegap
diiringi cahaya begitu gemerlap
air mata jatuh meluap

Kukirim pesan terbalas
tetapi dengan perasaan culas
dalam benak namun terlintas
bahwa ini tidaklah tulus dan ikhlas

Aku bagai air keruh
kian ricuh dan bergemuruh
dalam hati aku tersentuh
ternyata kamu, hanya menaruh hati separuh

Rabu, 09 Juni 2010

“PENGAMEN JALANAN” TIDAK PERLU DISINGKIRKAN


Krisis merupakan salah satu masalah yang sampai saat ini masih kita hadapi bersama. Perlu kita ketahui bahwa sudah lebih dari 10 dasawarsa masyarakat kita banyak yang menjalani hidupnya masih serba kekurangan, khususnya masyarakat Golongan Menengah Bawah dan Masyarakat kecil. Kalau lebih ditelusuri lagi, lebih dari 70% masyarakat Indonesia yang hidupnya masih berkekurangan atau tidak sejahterah.

Ironisnya, masih saja banyak penduduk miskin kita yang masih mengharapkan kesejahteraan-nya dapat dengan segera diperbaiki oleh pemerintah, padahal kita tahu sendiri bahwa keadaan keuangan pemerintah tidaklah selalu dalam keadaan baik.
Akibat krisis ini akhirnya kita dapat melihat sendiri bahwa akibat dari krisis dalam kehidupan-nya, maka secara alamiah biasanya akan muncul suatu kemampuan yang “unik” dari masyarakat itu sendiri untuk “menyembuhkan” dirinya sendiri dari keadaan krisis tersebut. Maka, tidak jarang kini kita dapat melihat masyarakat yang menjadikan dirinya sebagai “penyanyi jalanan” atau sering kita sebut dalam kehidupan sehari-hari dengan istilah “pengamen”.

Pengamen, yang selalu dapat kita jumpai tiap hari di jalanan,buskota, rumah makan, sampai kereta api, seperti menempati posisi yang tidak menguntungkan pada kelas sosial masyarakat. Di jakarta ini, jumlah pengamen sudah lebih dari seribu orang pengamen jalanan. Bagi mereka, pekerjaan mereka sama mulianya dengan profesi lainnya. Dan oknumlah yang melahirkan konotasi negatif dari pengamen. Sama seperti konotasi negatif bagi polisi, pejabat, pengusaha, seniman, dokter, guru yang diimbaskan oknum. Namun sebagian masyarakat seperti tidak mau tahu, profesi ini tetaplah bernada miring, fals. Yang mereka tahu, pengamen adalah kumpulan manusia malas, pemaksa, dan amat mengganggu.

Akan tetapi, para pengamen jalanan ini banyak yang tidak setuju dengan cap-cap buruk yang dilontarkan oleh masyarakat sekitar tersebut. Mereka tidak mau disebut sebagai pemalas karena jelas terlihat bahwa mereka bekerja keras dengan bernyanyi dari satu tempat ke tempat lain dan terkadang mereka pun bekerja tidak kenal cuaca. Jadi, meskipun panas terik ataupun hujan, mereka tetap saja mengamen demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka pun sebagai pengamen juga tidak mau disebut sebagai pengganggu karena menurut mereka kita semua sama, sama dalam arti yaitu sama-sama melakukan pekerjaan dan demi tujuan yang sama meskipun caranya berbeda.

Sebut saja Bagus, salah seorang pengamen jalanan yang terkadang kesal melihat oknum yang mengaku sebagai pengamen, lalu oknum tersebut meminta uang dengan paksa kepada penumpang. Melihat hal tersebut, beberapa bulan yang lalau, ia bersama dengan kelompoknya tidak segan-segan untuk memberi pelajaran kepada oknum tersebut. Keberadaan orang-orang semacam itu memang meresahkan, bukan saja meresahkan penumpang tapi juga meresahkan para pengamen ‘asli’ yang identitasnya merasa tercoreng. Akibatnya masyarakat mengeneralisasi profesi pengamen.

Padahal sekarang ini tak sedikit pengamen yang berhasil menjadi penyanyi terkenal, sebut saja Iwan Fals, Didi Kempot, Angel Mama Mia, dan yang paling hot, Januarisman atau Aris, yang sekarang menjadi kandidat kuat pemenang Indonesia Idol 2008. Mereka adalah orang-orang yang berhasil menaklukan kerasnya jalanan Ibukota. Dan yang jelas ini juga bukti, bahwa stereotip pemalas, tukang minta-minta dan pemaksa adalah tidak sepenuhnya benar dialamatkan kepada mereka. Diantara mereka ada yang benar-benar berjuang setengah mati hanya dem i menyambung hidup.

CINTA

Apakah dalam menjalani hidup itu harus dengan cinta?kadang cinta mebuat kita tak berhenti terseyum tapi terkadang juga membuat kita terus merenungi apa yang terjadi setelah cinta itu muncul..
cinta membuat kita terhenyak dan terbangun dari mimpi akan kehidupan yang tenang, karena cinta hidup kita selalu gundah. apakah kita harus menjaga jarak dari cinta atau mengubungkan hati dan pikiran kita untuk cinta?

tips untuk membuat "cinta" tunduk dan diam dalam genggaman :

  • kenali dirimu sendiri, dengan kamu mengnali dirimu, kamu akan tahu seberapa besar kamu membutuhkan cinta.
  • pastikan batas antara cinta dan nafsu, jangan biarkan nafsu memakai jubah cinta dan begitupula sebaliknya.
  • berikan ruang tersendiri dalam kehidupanmu untuk cinta
  • selalu melihat dari sisi yang berbeda apabila cinta membuat dirimu gundah.
  • tentukan ssikap apakah cinta itu harus kamu genggam atau kamu lepas.

Makna Gereja

1. Asal kata
Sampai sekarang kita sering menggunakan kata Gereja yang menunjuk pada sekumpulan orang beragama (kristiani) tertentu; atau mengacu pada gedung tertentu yang digunakan untuk beribadat oleh orang kristiani tertentu pula. Kata Gereja ini sendiri berasal dari kata Portugsi ‘igreja’ yang di-indonesiakan dengan menghilangkan hurup ‘i’ sebagai mana sering terjadi dalam perpindahan bahasa. ‘Igreja’ sendiri berkaitan dengan kata ‘Iglesia’ (Spanyol) dan ‘Eglise’ (Prancis) serta ‘Ecclesia’ (Latin) sampai ke ‘Ekklesia’ (Yunani) dengan perubahan huruf hidup serta huruf mati sedikit seturut kesamaan daerah artikulasi namun tanpa perubahan arti.
Secara etimologis, kata ‘ekklesia’ (Yunani) sendiri berarti siding, perkumpulan, perhimpunan, paguyuban pada umumnya (seperti di kampong, di kota atau negara). Dalam kosa kata aslinya, kata itu malah tidak dipergunakan untuk menunjuk pada ‘perkumpulan ibadat’. Dalam terjemahan alkitab bahasa Yunani, kata ‘ekklesia’ secara khusus hanya dipakai sebagai terjemahan kata Ibrani ‘Qahal’.
Dalam Kejadian, Imamat dan Bilangan, ‘qahal’ disalin dengan kata ‘syonagoge’(sinagoga). ‘Qahal’ menunjuk pada suatu perhimpunan orang untuk kepentingan tugas militer, pertemuan politik atau keputusan pengadilan mau pun ibadat. Kata ‘syonagoge’ biasanya berarti perkumpulan, tempat perkumpulan, panen dan dapat juga pengumpulan prajurit.
Dalam Perjanjian Baru, kata ‘ekklesia’ dipakai Paulus untuk menunjuk pada orang-orang yang terpilih dalam Allah. Yohanes menulis tentang ‘ekklesia’ yang menunjuk pada paguyuban orang, yang terlah tumbuh dan berhimpun di suatu tempat. Sampai akhirnya, kata ‘Ekklesia’ yang kemudian menjadi Gereja dipergunakan untuk kelompok orang-orang yang percaya kepada Yesus Kristus. Penggunaan itu saat-saat sesudah Salib dan Kebangkitan Yesus Kristus (Dalam tulisan-tulisan, penggunaan kata gereja dengan ‘g’ kecil, menunjuk pada gedung ibadat orang kristiani).


2. Gereja Sebagai Umat Allah
Istilah ‘Umat Allah’ sudah digunakan dalam Perjanjian Lama, yang dimunculkan dan dihidupkan kembali oleh Konsili Vatikan II. Gereja sebagai ‘Umat Allah’ dimunculkan kembali, mungkin karena sudah terlalu lama Gereja menjadi terlalu hierarkis, didominasi oleh kaum rohaniwan dan awam yang adalah mayoritas dalam Gereja agak terdesak dan terpinggir.
Gelar “Umat Allah” menolak suatu klerikalisasi dalam Gereja. Jika Gereja secara mendasar disebut sebagai Umat Allah maka secara mendasar pula diakui bahwa kesamaan segala anggota harus diutamakan lebih dari pada perbedaan menurut panggilan, kharisma atau tugas.
Semua orang beriman menjadi “umat pilihan”, “umat yang kudus”, “imamat rajawi”.

Gagasan Umat Allah yang menurut Dokumen Konsili Vatikan II dalam Lumen Gentium yang mengungkapkan misteri Gereja itu sendiri, merupakan suatu kritik atas kecenderungan zaman dahulu yang memandang kaum klerus sebagai Gereja dan kaum awam sebagai ‘laicus’ (anggota saja). ‘Laikos’ mendapat arti sebagai orang-orang yang tidak ditahbiskan, orang-orang yang tidak terpelajar. Arti yang demikian tidak terdapat dalam Perjanjian Baru. Laos menurut Perjanjian Baru justru merumuskan kesatuan seluruh bangsa yang suci itu. Barulah sejak abad ke 3 (zamannya Kaisar Constantinus Agung) muncul perbedaan antara ‘clerici’ dan ‘laici’.


Dengan paham Gereja sebagai ‘Umat Allah’, diakui kembali kesamaan martabat dan peranan semua anggota Gereja.
Semua anggota Gereja memiliki martabat yang sama, hanya berbeda dalam hal fungsi. Artinya bahwa tentu saja di dalam Umat Allah yang baru terdapat perbedaan-perbedaan yaitu aneka ragam kharisma, pelayanan-pelayanan, tugas-tugas dan jabatan-jabatan (diakon, imam, dan uskup). Toh betapa pun pentingnya perbedaan-perbedaan itu, sifatnya hanya sekunder saja. Meskipun ada jabatan (diakon, imam atau uskup) atau kedudukan seseorang, tetaplah ada hal-hal yang sama bagi semua orang kristiani yakni hal yang menentukan keselamatan yaitu iman, pengharapan dan cintanya pada Tuhan. Dan yang terpenting juga adalah bahwa ada konsekuensi jika Gereja dikatakan sebagai ‘Umat Allah’.

Konsekuensinya adalah umat juga terlibat dalam hidup menggereja. Umat menyadari dan menghayati persatuannya dengan umat lain karena orang tidak dapat menghayati kehidupan imannya secara individu saja. Kemudian setiap orang beriman harus aktif dalam kehidupan mengumat, menggunakan segala kharisma, karunia, dan fungsi yang dipercayakan kepadanya untuk kepentingan dan misi Gereja di tengah masyarakat. Semua bertanggungjawab dalam hidup dan misi Gereja. Umat pun akhirnya menjadi partner hierarki dan bukan hanya sebagai pelengkap saja.

Saat-saat Indah

Terkadang ada saat-saat dalam hidup
ketika engkau merindukan seseorang begitu dalam, hingga engkau ingin mengambilnya dari angan-anganmu, lalu memeluknya erat-erat!

Jangan percaya penglihatan; penglihatan dapat menipu.
Jangan percaya kekayaan; kekayaan dapat sirna.

Percayalah pada dia yang dapat membuatmu tersenyum,
sebab hanya senyumlah yang dibutuhkan
untuk mengubah hari gelap menjadi terang.
Carilah dia, yang membuat hatimu tersenyum.


Semoga engkau punya cukup kebahagiaan untuk membuatmu tersenyum,
cukup pencobaanuntuk membuatmu kuat,
cukup penderitaan untuk tetap menjadikanmu manusiawi,
dan cukup pengharapan untuk menjadikanmu bahagia.

Mereka yang paling berbahagia tidaklah harus
memiliki yang terbaik dari segala sesuatu;
mereka hanya mengoptimalkan
segala sesuatu yang datang dalam perjalanan hidup mereka.

Masa depan yang paling gemilang akan selalu dapat
diraih dengan melupakan masa lalu yang kelabu;
engkau tidak akan dapat maju dalam hidup hingga
engkau melepaskan segala kegagalan dan sakit hatimu.

Ketika engkau dilahirkan, engkau menangis
sementara semua orang di sekelilingmu tersenyum.
Jalani hidupmu sedemikian rupa, hingga pada akhirnya
engkaulah satu-satunya yang tersenyum
sementara semua orang di sekelilingmu menangis.
Kirimkan pesan ini kepada mereka yang berarti bagimu
(aku baru saja melakukannya);
kepada mereka yang menyentuh hidupmu dengan suatu atau lain cara;
kepada mereka yang membuatmu tersenyum ketika engkau sungguh membutuhkannya;
kepada mereka yang membuatmu melihat
sisi baik dari segala hal ketika engkau jatuh;
kepada mereka yang persahabatannya engkau hargai;
kepada mereka yang begitu berarti dalam hidupmu.

Ijinkan Aku Menyayangimu
By : Iwan Fals

Andai kau ijinkan,

walau sekejap memandang

Kubuktikan padamu,

aku memiliki rasa

* Cinta yang kupendam,

tak sempat aku tanyakan

Karena kau t’lah memilih,

menutup pintu hatimu

Ijinkan aku membuktikan

Inilah sesungguhnya rasa

Ijinkan aku menyayangimu

Sayangku… oh… oh…

Dengarkanlah isi hatiku

Cintaku… oh… oh…

Dengarkanlah isi hatiku

** Bila cinta tak menyatukan kita

Bila kita tak mungkin bersama

Ijinkan aku tetap menyayangimu

Aku sayang padamu

Ijinkan aku membuktikan


Ini dia seseorang yang tangguh di lapangan cocok untuk dicontoh sebagai seorang penjaga gawang yang tanggung buat gw. Gianluigi Buffon adalah pemotivator gw selama gw berlatih menjadi seorang penjaga gawang.

Jumat, 04 Juni 2010

Ciri-ciri Orang Yang Berfikir Positif

Semua orang yang berusaha meningkatkan diri dan ilmu pengetahuannya pasti tahu bahwa hidup kan lebih mudah dijalani bila kita selalu berpikir positif. Tapi, bagaimana melatih diri supaya pikiran positiflah yang 'beredar' di kepala kita, tak banyak yang tahu. Oleh karena itu, sebaiknya kita kenali saja dulu ciri-ciri orang yang berpikir positif dan mulai mencoba meniru jalan pikirannya.

1. Melihat masalah sebagai tantangan

Bandingkan dengan orang yang melihat masalah sebagai cobaan hidup yang terlalu berat dan bikin hidupnya jadi paling sengsara sedunia.

2. Menikmati hidupnya

Pemikiran positif akan membuat seseorang menerima keadaannya dengan besar hati, meski tak berarti ia tak berusaha untuk mencapai hidup yang lebih baik.

3. Pikiran terbuka untuk menerima saran dan ide

Karena dengan begitu, boleh jadi ada hal-hal baru yang akan membuat segala sesuatu lebih baik.

4. Mengenyahkan pikiran negatif segera setelah pikiran itu terlintas di benak

Memelihara' pikiran negatif lama-lama bisa diibaratkan membangunkan singa tidur. Sebetulnya tidak apa-apa, ternyata malah bisa menimbulkan masalah.

5. Mensyukuri apa yang dimilikinya

Dan bukannya berkeluh-kesah tentang apa-apa yang tidak dipunyainya.

6. Tidak mendengarkan gosip yang tak menentu

Sudah pasti, gosip berkawan baik dengan pikiran negatif. Karena itu, mendengarkan omongan yang tak ada juntrungnya adalah perilaku yang dijauhi si pemikir positif.

7. Tidak bikin alasan, tapi langsung bikin tindakan

Pernah dengar pelesetan NATO (No Action, Talk Only), kan ? Nah, mereka ini jelas bukan penganutnya. NARO (No Action Review Only), NADO (No Action Dream Only), NATO (No Action Talk Only), NACO (No Action Concept Only), NABO (No Action Briefing Only), NAMO (No Action Meeting Olny), NASO (No Acton Strategy Only)

8. Menggunakan bahasa positif

Maksudnya, kalimat-kalimat yang bernadakan optimisme, seperti "Masalah itu pasti akan terselesaikan," dan "Dia memang berbakat."

9. Menggunakan bahasa tubuh yang positif

Di antaranya adalah senyum, berjalan dengan langkah tegap, dan gerakan tangan yang ekspresif, atau anggukan. Mereka juga berbicara dengan intonasi yang bersahabat, antusias, dan 'hidup'.

10. Peduli pada citra diri

Itu sebabnya, mereka berusaha tampil baik. Bukan hanya di luar, tapi juga di dalam.